Selasa, 13 Agustus 2013

Benarkah Poligami Dianjurkan? (share dari teman FB)

3 Agustus 2013 pukul 5:19 (Post Form FB)
Tulisan ini saya ketengahkan untuk mengkaji keabsahan anjuran untuk berpoligami menurut Islam, benarkah Islam menandaskan kaum laki-laki untuk berpoligami?. Tentu dengan sangat sederhana, sebab celakanya, saya bukan ahli agama.


Benarkah Poligami Dianjurkan?
3 Agustus 2013 pukul 5:19
Tulisan ini saya ketengahkan untuk mengkaji keabsahan anjuran untuk berpoligami menurut Islam, benarkah Islam menandaskan kaum laki-laki untuk berpoligami?. Tentu dengan sangat sederhana, sebab celakanya, saya bukan ahli agama.

***

Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 3 sering dijadikan dalih pembenaran bahwa poligami sangat dianjurkan, bahkan dikatakan sunnah nabi. Dalil ini dipelintir menjadi ’hak penuh’ bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Padahal, dalam satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami itu bukanlah dalam konteks memotivasi untuk berpoligami melainkan penggalan ayat dari perintah Allah untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan yatim. Teks lengkapnya, "Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil maka nikahilah seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat dzalim." (Qs. An-Nisa' : 3).             


Ayat tersebut sama sekali tidak berbicara tentang wajibnya berpoligami, sebab anjuran, ”Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi dua tiga atau empat,” seperti halnya dengan ucapan seseorang ibu yang melarang anaknya memakan coklat karena dapat merusak gigi, sehingga dianjurkan untuk makan permen saja, dua, tiga atau empat tetapi kemudian dikuatkan, karena makan permen berlebihan juga berbahaya, maka cukup makan satu saja, itu lebih baik.

Konteks ayat ini sebagaimana dikatakan oleh istri Nabi, Aisyah menyangkut sikap sementara orang yang ingin mengawini anak-anak yatim yang kaya dan berada dalam pemeliharaannya, tetapi tidak ingin memberinya mas kawin yang sesuai serta memperlakukannya secara tidak adil. Karenanya, pembahasan tentang poligami dalam syariat Al-Qur’an, hendaknya ditinjau dari segi kondisi yang memungkinkan itu terjadi.

Adalah wajar jika suatu perundangan (seperti Al-Qur’an yang berlaku untuk setiap waktu dan kondisi) untuk mempersiapkan ketetapan hukum yang boleh jadi terjadi pada suatu ketika. Misalnya, kemungkinan mandulnya seorang istri, atau terjangkiti penyakit parah. Apa yang diusulkan kepada seorang suami untuk keluar dari problem tersebut? Bagaimana ia akan menyalurkan kebutuhan biologisnya atau keinginannya memiliki anak? Poligami ketika itu adalah jalan terbaik, dengan tetap memberi perlindungan terhadap sang istri tanpa harus menceraikan. Jadi sekali lagi Al-Qur'an tidaklah menganjurkan poligami melainkan hanya membuka wadah bagi yang menginginkannya tetapi dengan syarat keadilan yang harus mampu untuk dipenuhi.

Poligami dan Prinsip Penegakan Keadilan

Alasan menikah lagi karena lebih baik dibanding selingkuh terlalu dibua-buat, apalagi kalau sang istri masih menjalankan perannya dengan baik. Apa alasan anda memiliki perempuan idaman lain sementara anda telah mengikat istri anda dengan sumpah dan perjanjian yang teguh? Janji yang terpatri dalam ritual pernikahan adalah sumpah kedua terberat setelah sumpah internal jiwa manusia di dalam Al-Qur’an (Qs. Al-A'raf:172). Kalau berkelit, Rasulullah juga melakukannya. Apakah motif Rasul berpoligami karena khawatir terjebak pada free sex?
Naudzubillah.

Kalau memang jujur ingin meneladani Rasulullah Saw, menjatuhkan pilihan untuk berpoligami motivasinya harus juga sama dengan Rasulullah yakni penegakan keadilan. Poligami bukanlah sesuatu yang prinsipil dalam Islam sehingga harus dianjurkan kemana-mana sampai harus diseminarkan atau diperlombakan. Bukan pula simbol kesalehan, bahwa seorang muslim semakin banyak istri semakin saleh dan semakin taat ia dalam beragama. Bukan pula simbol kesalehan seorang istri, bahwa yang siap dimadu itu lebih baik agamanya dibanding yang menolak untuk poligami. Menolak untuk dipoligami tidaklah berarti menentang agama, apalagi anti syariat, jika memang alasan penolakannya itu karena memang mampu menunjukkan kemampuannya untuk menjadi istri yang sesuai aturan agama.

Buktinya, dalam kehidupan rumah tangganya sendiri, Rasulullah lebih lama menghabiskannya dengan monogami dibanding poligami. Bayangkan, Rasul hidup dengan seorang istri di tengah masyarakat yang menganggap poligami adalah kemestian. Rumah tangga Nabi Saw bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid ra, berlangsung selama 25 tahun. Baru kemudian, sepeninggal Khadijah Nabi berpoligami itupun dengan motif yang lebih cenderung bersifat politis. Dan itu pun dijalani hanya sekitar 13 tahun dari sisa hidupnya, dari kalkulasi ini sesungguhnya tidak beralasan bahwa poligami itu anjuran Islam.

Praktik poligami telah dijalankan sebelum kedatangan Islam dan dalam jumlah yang tidak dibatasi. Turunnya surah An-Nisa ayat 3, adalah penetapan pembatasan jumlah istri. Praktik poligami Rasulullah Saw, dalam rangka memberi tauladan kepada sahabat-sahabatnya bagaimana bersikap adil terhadap istri-istri mereka, sebab mereka terlanjur melakukannya. Diantara hadist-hadits tentang poligami tidak satupun hadits Rasulullah yang secara eksplisit menganjurkannya.

Pada banyak kesempatan, Nabi justru lebih banyak menekankan prinsip keadilan berpoligami. Maaf kalau saya menyebut alasan berpoligami karena ingin menjalankan sunnah nabi sebagai akal-akalan saja, orang Makassar menyebutnya kalasi. Dalam sejarah perjalanan pemerintahan Islam tidak ada satupun khalifah yang menganjurkan poligami sebagai solusi mengatasi kekisruhan sosial, yang ada adalah upaya Khalifah Umar bin Khattab untuk membatasi mahar, tetapi kemudian dibatalkan sebab tidak ada ketentuan dari Rasulullah mengenai pembatasan besarnya mahar.

Saya pribadi melihat, salah satu penyebab liarnya interaksi antara laki-laki dan perempuan terutama pada kaum muda, karena pintu gerbang pernikahan yang sulit mereka buka. Kendala yang paling dominan adalah biaya pesta pernikahan yang membutuhkan biaya berjuta-juta hanya karena alasan melestarikan tradisi. Kalaupun itu tidak bisa diubah, apa salahnya bagi laki-laki beristri yang berkemampuan dari segi materil membantu saudaranya yang belum menikah hanya karena tak punya biaya?. Saya rasa itu lebih adil dan lebih peka sosial di banding beristri dua, tiga atau bahkan sampai empat di tengah-tengah masyarakat yang masih banyak membujang.

Saya tersentuh dengan tawaran salah seorang sahabat dari kaum Anshar yang menawarkan kepada Abdurrahman bin ’Auf (Muhajirin) untuk memilih salah seorang istrinya untuk ia ceraikan kemudian menikahkannya. Semangat kebersamaan seperti inilah yang mestinya ditumbuhkan. Bukankah Allah SWT memerintahkan, "Nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, ... jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya. (QS. An Nuur (24) : 32). Mengapa selama ini kita hanya begitu tergiur dengan perintah Allah, "Nikahilah perempuan yang kamu senangi dua, tiga atau empat!" sementara perintah Allah untuk menikahkan yang masih sendirian kita abaikan?. Itu namanya milah-milah.

Lebih tegasnya: Menikahlah! Jika sudah, nikahkan yang belum. Jangan kau lagi!!

Itu yang baru namanya keadilan.

Wallhu 'alam bishshawwab 
 

Minggu, 06 Januari 2013

Memilih Hidup

Kehidupan, kenapa kita mesti hidup dan merasakan berbagai perasaan.  ada perasaan yang mebuat kita melayang tinggi dan itu banyak namanya, ada juga rasa yang membuat kita enggan menjadi hidup.  semua yang ada didunia ini memiliki dua sisi seperti sisi mata uang yang tak pernah terpisahkan. manjadi sisi baik atau menjadi sisi buruk.

semua orang ingin menjadi baik, tidak ada manusia ingin manjadi buruk. semua orang menginginkan yang terbaik tapi kadang mereka tidak sadar bahwa itu sangat tidak baik.  dibalik ketidak baikan ada yang lebih tidak baik yaitu tujuan hidup.  Tuhan menciptakan kita semata-mata untuk menjadi.  

kali ini aku tak ingin banya berbicara tentang hidup, karena membicarakannya membutuhkan lembaran-lembaran yang cukup.  aku ingin semua orang bisa menikmati hidup tanpa beban keuangan, saya ingin hidup dalam kesederhaan sehingga tuntutan hidup tak menghingapi bagai mimpi buruk.